Arti kata autis adalah gangguan perkembangan saraf yang mempengaruhi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Penyebab autisme dapat dipengaruhi oleh keturunan, genetik, hingga kelahiran prematur.

Gejala umum autis meliputi kesulitan berinteraksi sosial, kesulitan komunikasi, serta minat terbatas dan perilaku berulang.
Autis atau autisme yang juga dikenal sebagai gangguan spektrum autisme (ASD) adalah kondisi yang memengaruhi kemampuan berkomunikasi dan perilaku. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa autis memengaruhi 1 dari 36 anak, terutama pada anak laki-laki.
Tapi, tahukah Anda apa itu arti kata autis? Apa saja gejala, penyebab, dan cara menangani autis? Baca selengkapnya pada penjelasan di bawah ini.
Mengenal Arti Kata Autis
Kata “autisme” terdiri dari dua bagian, yaitu “aut” dan “isme.” Kata “aut” berasal dari Yunani yaitu “autos” yang berarti “diri.” Kata “isme” juga berasal dari Yunani yang berarti keadaan atau kondisi.
Jika digabungkan maka akan menghasilkan arti murni yang berarti “keadaan menjadi diri sendiri.” Menurut Oxford Languages, autisme (n.) adalah suatu kondisi perkembangan saraf dengan tingkat keparahan bervariasi yang efeknya seumur hidup, sejak masa anak-anak.
Berdasarkan Medical Dictionary, autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang ditandai dengan kesulitan dalam berinteraksi sosial, komunikasi verbal dan non-verbal, serta masalah perilaku, seperti perilaku berulang dan fokus minat yang sempit.
Baca Juga: Sering Dianggap Sama, Ini Perbedaan Autis dan Down Syndrome
Apa Saja Gejala Autis?
Gejala awal autisme atau gangguan spektrum autisme (ASD) dapat sangat bervariasi dengan waktu kejadian yang berbeda-beda. Beberapa anak dengan gangguan autis menunjukkan tanda dalam beberapa bulan pertama kehidupannya.
Sedangkan yang lain akan muncul beberapa waktu kemudian. Gejala autis pada bayi berusia 0 hingga 12 bulan dapat berupa:
- Sedikit atau tidak ada kata yang keluar
- Sedikit atau tidak ada kontak mata
- Menunjukkan minatnya pada objek daripada orang
- Tampak tidak mendengarkan saat diajak berbicara langsung
- Bermain dengan mainan dengan cara yang tidak biasa atau terbatas
- Gerakan berulangan dengan jari, tangan, lengan, atau kepala
- Mengembangkan keterampilan bahasa, tetapi kemudian berhenti begitu saja
Gejala pada anak berusia satu hingga dua tahun ditandai dengan hal-hal berikut:
- Minat dan bakat anak sangat spesifik
- Terbatas atau tidak ada minat untuk membangun interaksi dengan anak lain
- Masalah perilaku, seperti melukai diri sendiri atau mengisolasi diri
- Suka mengulangi kata atau frasa tanpa terlihat memahaminya
- Kesulitan berinteraksi sosial timbal balik, seperti bermain ciluk ba
- Suka memiliki sesuatu dengan cara tertentu, seperti menyukai makan makanan yang sama
Sedangkan, secara umum anak yang menderita autis akan memunculkan gejala atau tanda berikut:
- Sedikit melakukan kontak mata
- Bereaksi berbeda terhadap lampu, bau, suara, warna, hingga tekstur
- Memiliki minat yang sangat spesifik
- Pengulangan kata (echolalia) atau perilaku
- Komunikasi non-verbal atau perkembangan bahasa tertunda
- Memunculkan reaksi intens terhadap perubahan kecil pada rutinitas atau lingkungan
Penyebab dan Faktor Risiko Autis
Autis tidak hanya disebabkan oleh satu atau dua faktor tertentu, melainkan ada banyak kemungkinan faktor risiko yang dapat menyebabkan autis muncul pada anak. Beberapa faktor risiko mungkin bersifat genetik.
Namun, lingkungan juga memiliki peran dalam meningkatkan risiko autis tersebut. Inilah penyebab dan faktor risiko autis, meliputi:
1. Riwayat Penyakit Keluarga atau Keturunan
Autisme atau autis cenderung diturunkan dalam anggota keluarga. Anak yang memiliki saudara perempuan atau laki-laki penderita autis akan berisiko lebih besar untuk mengidap autis.
Orang tua yang memiliki anak autis sangat memungkinkan untuk memiliki anak lain dengan gangguan yang sama. Kerabat anak autis juga berisiko lebih besar mengalami masalah ringan dalam komunikasi atau keterampilan sosial.
2. Kelahiran Prematur
Autis dapat berkembang sebelum, selama, atau setelah anak tersebut dilahirkan. Masalah selama kehamilan dapat menyebabkan bayi lahir terlalu cepat atau prematur.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kelahiran prematur mungkin berkaitan dengan munculnya autis pada anak. Bayi yang lahir sangat dini, sebelum usia kehamilan 26 minggu, memiliki risiko lebih untuk mengalami autis atau kelainan lainnya.
3. Genetik
Genetik memiliki peran cukup besar dalam mengembangkan autis. Penelitian yang melibatkan kembar identik menunjukkan ketika salah satu bayi terkena autis, maka bayi lainnya juga akan menderita autis dengan kemungkinan 36 hingga 95 persen.
Selain itu, kondisi genetik tertentu juga dapat berkaitan dengan autisme, seperti down syndrome, fragile X syndrome, Tourette syndrome, dan tuberous sclerosis.
4. Bahan Kimia
Paparan bahan kimia tertentu selama masa kehamilan dapat meningkatkan risiko bayi terkena autis. Wanita hamil yang mengonsumsi obat-obatan tertentu lebih mungkin memiliki anak autis atau dengan kelainan lainnya.
Jenis obat-obatan tersebut adalah obat pengontrol suasana hati (thalidomide), mengatasi kejang (asam valproat), atau menghentikan persalinan prematur (terbutaline). Paparan pestisida dan bahan kimia yang sering ditemukan dalam plastic (ftalat) juga dapat meningkatkan risiko autis.
Baca Juga: ADHD dan Autis pada Anak Tidak Sama, Kenali Perbedaannya
5. Usia Orang Tua
Usia orang tua memengaruhi risiko anak terkena autis atau autisme. Diketahui angka autisme lebih tinggi pada anak yang lahir dari ayah berusia lebih dari 50 tahun.
Mutasi genetik pada sperma meningkat seiring bertambahnya usia pria. Selain itu, wanita berusia 40-an juga memiliki kemungkinan lebih besar mengandung anak dengan autisme.
Namun, bayi yang lahir dari ibu remaja juga berisiko lebih tinggi. Autisme juga lebih sering terjadi pada pasangan dengan perbedaan usia 10 tahun atau lebih.
6. Jenis Kelamin
Autis dapat memengaruhi semua anak dari berbagai ras, etnis, dan latar belakang. Diketahui, saat ini, ada sekitar 1 dari 68 anak menderita gangguan spektrum autisme.
Namun, anak laki-laki memiliki risiko lebih besar dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki penderita autis lima kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.
7. Polusi
Wanita hamil yang terpapar polusi tingkat tinggi lebih mungkin memiliki anak dengan autisme, terutama pada minggu terakhir kehamilan. Risiko autis pada anak meningkat seiring dengan meningkatnya paparan polusi pada wanita hamil. Susunan genetik akan terpengaruh oleh paparan polusi selama masa kehamilan.
Selain ketujuh faktor tersebut, ada faktor lain yang berpengaruh, yaitu obesitas, diabetes, atau gangguan sistem kekebalan tubuh pada wanita hamil. Faktor-faktor di atas dapat meningkatkan risiko anak terkena autisme yang tentunya juga dipengaruhi oleh faktor genetik.
Cara Menangani Anak Autis
Cara menangani anak dengan autisme dapat dilakukan dengan berbagai jenis intervensi dan terapi. Ada empat jenis intervensi dan terapi yang dapat membantu penderita autis menjadi lebih baik, meliputi:
1. Analisis Perilaku Terapan (ABA)
Analisis perilaku terapan atau applied behavioral analysis (ABA) adalah jenis intervensi perilaku yang berfokus pada penguatan perilaku guna menjadi landasan pengembangan keterampilan.
ABA membantu mendorong perkembangan sosial anak, mengembangkan keterampilan sehari-hari, dan mengarahkan perilaku agar tidak membahayakan diri sendiri.
Ada lima jenis intervensi yang dilakukan dengan fungsi masing-masing, seperti pelatihan respon penting (PRT) digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar, memantau perilaku, dan memulai komunikasi dengan orang lain.
2. Terapi Wicara
Terapi wicara diharapkan mampu membantu meningkatkan keterampilan komunikasi penderita autis agar dapat mengekspresikan kebutuhan dan keinginan mereka.
Metode ini paling efektif ketika ahli patologi wicara bekerja sama dengan guru, keluarga, dan teman sebaya anak untuk meningkatkan komunikasi dalam suasana yang lebih alami.
3. Terapi Okupasi
Okupasi sering digunakan sebagai pengobatan untuk integrasi sensorik dan defisit motorik pada anak autis. Terapi ini dapat membantu mengajarkan kecakapan hidup yang melibatkan gerakan sensorik halus, seperti berpakaian, menggunakan perkakas, memotong dengan gunting, hingga menulis.
Setiap program terapi okupasi dilakukan berdasarkan evaluasi dan tujuan atau target individu.
4. Terapi Fisik
Pengobatan terapi fisik digunakan untuk meningkatkan keterampilan motorik kasar dan memperbaiki masalah integrasi sensorik. Terapi fisik berfungsi untuk meningkatkan kemampuan individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari.
Terapi fisik akan mengajarkan dan meningkatkan keterampilan anak, seperti berjalan, duduk, koordinasi, hingga keseimbangan.
Baca juga: Kenali Perbedaan Anak Aktif dan Hiperaktif
Apakah Autisme Dapat Sembuh?
Autisme atau autis bukanlah suatu penyakit, melainkan bagaimana seseorang memproses informasi dan rangsangan lingkungan dalam cara yang berbeda. Autisme tidak dapat disembuhkan.
Dukungan dari lingkungan, intervensi, dan terapi dapat membantu anak dengan autisme berkembang lebih baik lagi, meskipun akan memakan waktu yang lebih lambat dari anak pada umumnya.
Hal ini akan bermanfaat bagi anak untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, sosial, dan belajar.
Autis adalah keunikan tersendiri yang dimiliki oleh seorang anak. Dukungan sejak dini dari orang tua, teman, dan lingkungan dapat membantu anak autis meningkatkan kualitas hidup mereka secara signifikan.
Intervensi ABA diketahui cukup efektif dalam membantu meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial, fisik, dan pembelajar pada anak autis.
Bila Anda ingin memiliki pertanyaan lebih lengkap mengenai autis , segera periksakan diri ke Ciputra Medical Center. Di sana, Anda dapat mengakses beragam layanan kesehatan mulai dari terapi wicara hingga Medical Check Up (MCU).
Telah direview oleh dr. Gerry Dermawan
Source:
- Jewish Boston. Etymology of the Word “Autism”. Diakses 2024.
- Canada. Autism: Signs and Symptoms. Diakses 2024.